Pages

Wednesday, August 18, 2010

VOCALOID; Ketika Suara Nyanyian Manusia Dapat Diciptakan Secara Digital

Vocaloid adalah perangkat lunak produksi Yamaha Corporation yang menghasilkan suara nyanyian manusia. Komposisi musik dan lirik dimasukkan di layar penyunting sesuai nyanyian dan iringan musik yang diinginkan. Suara nyanyian diambil dari "pustaka suara" yang berisi sampling rekaman suara dari penyanyi sebenarnya. Lirik lagu dinyanyikan dalam bahasa Inggris atau bahasa JepangVocaloid berasal dari kata "vocal" dan "android".

Perangkat lunak ini pertama kali dirilis Yamaha pada 26 Februari 2003. Teknik yang dipakai adalah Penyambung dan Pembentuk Artikulasi Nyanyian dengan Domain Frekuensi (Frequency-Domain Singing Articulation Splicing and Shaping). Sampling rekaman suara penyanyi profesional diolah dengan metode domain frekuensi. Hasilnya dimasukkan ke dalam basis data "artikulasi nyanyian" yang berisi potongan suara dan teknik bernyanyi.

Kemudian perusahaan Crypton Future Media dari Jepang menciptakan karakter-karakter virtual yang mampu bernyanyi yang suaranya dihasilkan dari software Vocaloid tersebut. Karakter-karakter Vocaloid tersebut antara lain Miku Hatsune (karakter suara wanita) yang sampel suaranya diambil dari suara seorang bernama Saki Fujita, Kaito (karakter suara pria) yang sampel suaranya diambil dari Naoto Fuuga, Rin/Len Kagamine (karakter suara wanita) yang sampel suaranya diambil dari Asami Shimoda, Luka Megurine (karakter suara wanita) yang sampel suaranya diambil dari Yu Asakawa, dan lain sebagainya.

Miku Hatsune, karakter dalam Vocaloid


Vocaloid Characters 


Keberadaan Vocaloid sebagai perangkat pencipta suara android membuat manusia sekali lagi harus menghadapi kecanggihan teknologi yang seolah-olah "menghidupkan" benda mati. Seperti apa yang disebut oleh Bruno Latour sebagai aktor non-human (aktan/actant) dimana Vocaloid sebagai aktan mampu berinteraksi dengan manusia (aktor/actor) seolah-olah aktan tersebut "hidup" dan mempengaruhi jaringan hubungan antara aktor dan aktan. Vocaloid juga merupakan contoh penggunaan semiotika yang melampaui batas, yang disebut sebagai Hipersemiotika oleh Yasraf Amir Piliang, dimana Vocaloid menghasilkan suara digital yang mirip suara manusia namun suara tersebut bukan rekaman suara asli manusia melainkan suara komputer. Vocaloid merupakan salah satu contoh dari prinsip simulasi dalam prinsip-prinsip Hipersemiotika, dimana simulasi bukan sebuah bentuk representasi, karena suara yang dihasilkan oleh Vocaloid di dalamnya seakan-akan merefleksikan realitas sesungguhnya, padahal ia adalah realitas artifisial/buatan (artificial reality), yaitu realitas yang diciptakan melalui teknologi simulasi. Sehingga pada tingkat tertentu realitas tersebut tampak (dipercaya) sebagai sama nyatanya dengan realitas sesungguhnya. Maka yang ada dalam Vocaloid sebagai suara nyanyian artifisial adalah peleburan antara realitas artifisial dengan realitas sesungguhnya lewat kecanggihan teknologi simulasi. Dengan adanya Vocaloid, patutkah suara manusia dipersaingkan dengan suara android digital semacam suara Miku Hatsune yang memiliki pitch suara tinggi yang tak mampu diraih oleh pitch suara manusia?

  



Sumber:




Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra. 2003.